CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING 5


C.     Penerapan Contextual Teaching ang Learning di Pondok Pesantren dan Efektivitasnya
Pendidikan di Pondok pesantren adalah full day school yang sebenarnya, selama 24 jam peserta didik atau santri mendapat pembinaan dan bimbingan yang teratur dengan materi pendidikan integral yang mampu mengembangkan knowledge, attitude dan skill, mengembangkan fungsi jiwa; etika, estetika, intelektual, religi, leadership dan lain-lain, yang dicapai melalui kegiatan belajar mengajar di sekolah, ketrampilan, kesenian, istighotsah, ibadah, dzikir, do’a dan lain-lain yang dilakukan diluar sekolah yaitu di pondok pesantren.
Dengan materi tersebut di atas, pendidikan di pondok pesantren bertujuan mencetak manusia yang sempurna yang dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al Baqoroh ayat 201 yang artinya :
“Wahai Tuhan kami berikan kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat dan hindarkan kami dari siksa api neraka “
Dan mampu mengamalkan serta mentranfer ilmu pengetahuan yang diperoleh di pondok pesantren kepada masyarakat setelah para santri pulang dari pondok pesantren, hal tersebut diperintahkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surat at taubah ayat 122 yang artinya :
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Ayat ini menunjukan bahwa memperdalam agama yang biasanya di pondok pesantren, hukumnya fardlu kifayahdan diharapkan menjadi pemimpin bagi kaumnya setelah ia kembali pada mereka. Pemimpin masa kini dituntut bukan saja menguasai ilmu agama, tetapi juga ilmu umum, karena masyarakat yang di pimpin sudah semakin kritis dan sering heterogen, supaya bias menyesuaikan dengan situasi dan kondisi dan memang tuntutan zaman seperti itu.
Untuk mencetak kader pemimpin sebagaimana tersebut di atas, diperlukan strategi pendekatan pembelajaran yang produktif. Contextual Teaching and Learning adalah salah satu strategi pembelajaran dengan setting penerapan ilmu dalam kehidupan nyata (telah terdahulu bahasanya). Sebelum Contextual Teaching and Learning, model pembelajaran tradisional di pondok pesantren menggunakan cara wetonan dan sorongan. Di pondok Pesantren tradisonal, dua cara ini tetap  dilaksanakan tetapi di pondok pesantren modern telah dikombinasikan dan dikembangkan dengan Contextual Teaching and Learning.
Bagaimanakan penerapan Contextual Teaching and Learning ini di pondok pesantren ? Penerapan komponen-komponennya :
1.    Constructivism
Setelah santri mendapat pelajaran di kelas, santri menpraktekkan dan mengerjakan materi tersebut dalam kehidupannya sehari-hari di pondok pesantren di bawah bimbingan pengasuh atau guru di pondok pesantren. Hal ini memungkinkan dapat mencapai hasil maximal, misalnya pelajaran sholat fardlu dan sunnag, bahasa arab, inggris, akhlaq, mampu menguasai pelajaran umum yang lain.
2.    Inquiry
Komponen ini diterapkan oleh santri baik dikelas maupun di pondok pesantren, misalnya; santri menemukan sendiri cara menulis khot yang baik, perilaku yang baik atau buruk sebagai seorang muslim dan lain-lain.
3.    Questioning
Saling bertanya dikelas antara guru dengan santri, santri dengan guru, santri dengan santri, di pondok pesantren saling bertanya natara santri dengan santri dalam belajar kelompok, antara santri dengan pengasuh dan pengasuh dengan santri tentang materi pembelajaran, sebagaimana disampaikan oleh Hasbullah :”Kehidupan di pondok pesantren menampakkan semangat demokrasi karena mereka praktis bekerja sama mengatasi problema non kurikuler mereka.”[1]
4.      Learning Community
Masyarakat belajar ini bias dilakukan oleh santri baik di kelas, di pondok maupun di masyarakat langsung. Di Kelas dengan membentuk kelompok, kerja kelompok dengan teman sekelas, di pondok belajar dan bekerja dalam kelompok dengan teman kelas seatasnya atau mendatangkan ahli dari kalangan santri selain yang sudah professional/ahli. Misalnya juara qiroáh dan lain-lain. Dengan masyarakat langsung terutama dalam hal keterampilan, santri belajar bersama dengan masyarakat, baik dalam hal pertanian, koperasi, berdakwah dan lain-lain. Hal ini sebada dengan yang disampaikan Azyumardi Azra : “Pesantren semakin dituntut untuk Self Supporting dari self financing. Karena itu banyak pesantren di pedesaan, mengarahkan para santrinya untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan vocational dalam bidang pertanian, seperti penanaman padi, kelapa, tembakau, kopi dan lain-lain. Hasil penjualannya digunakan untuk pembiayaan pesantren”[2]
Hal ini memungkinkan para santri pulang dari pesantren, bisa langsung terjun di masyaraat dan membangun lingkungannya bersama-sama, baik pembangunan bidang agama, ekonomi, budaya dan lain-lain.
5.      Modeling
Santri sudah terbiasa belajar dengan menjadikan seseorang atau beberapa orang sebagai model. Hal ini karena pelajaran-pelajaran, khususnya agama di pondok pesantren yang menyiapkan atau mencetak para pemimpin agama, harus benar-benar dikuasai oleh santri, maka praktek dengan meniru model mutlak dipelukan, misalnya sholat, haji, akhlaq, Al-Qur’an dll. Kemudian diterapkan dengan benar-benar dalam kehidupan di pondok pesantren. Yang menjadi model adalah pengasuh, para guru, para senior, teman sekelas, teman seatasnya, mengurus pondok, seseorang ahli yang didatangkan di pondok pesantren atau di kelas, dan lain-lain.
6.      Reflection
Para santri menerapkan refleksi ini dengan cara membuat majalah dinding, diskusi, menyampaikan hasil karya, usu atau saran yang merupakan ide-ide baru dari santri. Kadang-kadang santri merasa enggan untuk melakukan refleksi karena tawadlu’nya, tetapi di pondok pesantren modern telah tercipta keterbukaan guna peningkatan dari kondisi yang ada, baik di kelas maupun di pondok pesantren. Hal ini di ajarkan oleh Rasulullah SAW dengan sabdanya :
HALAMAN 44
Artinya :
Katakanlah yang sebenarnya, meskipun (akibatnya) pahit.[3]
7.      Authentic Assessment, penilaian yang sebenarnya diterapkan baik di kelas maupun di pondok pesantren. Karena pelajaran agama ini penilaiannya adalah 40% hasil praktek, 30% hasil tugas-tugas dan 30% hasil test.[4] Maka penilaian dilaksanakan selama proses pembelajaran dan sesudahnya, teori dan praktek, berkesinambungan dan terintegrasi. Demikian juga untuk pelajaran umum. Penilaian meliputi aspek afektif, kognitif dan psychomotoric, attitude, knowledge dan skill.
Dari uraian tentang penerapan Contextual Teaching and Learning di pondok pesantren tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan Contextual Teaching and Learning di pondok pesantren ini sangat efektif, karena waktu belajar sepanjang hari dan malam, diawasi, dibina, dan dibimbing oleh belajar sepanjang hari dan malam, diawasi, dibina dan dibimbing oleh pengasuh, guru, pengurus dan teman sesama santri yang seatasnya. Dengan diterapkan peraturan pondok pesantren yang ditaati oleh santri, baik waktu, materi, kegiatan, tempat dan penanggungjawab pelaksanaannya.
Antara lain : waktu sekolah, belajar di pondok, pengajian kitab khitobah, dzikir, sholat, membaca Al-Qur’an, istirahat tidur, sholat tahajjud dan lain-lain.
Situasi dan kondisi tersebut di atas dibarengi dengan penerapan Contectual Teaching and Learning dalam proses pembelajarannya, memungkinkan pondok pesantren mampu mencetak santri yang menguasai ilmu agama dan umum.
D.    Hipotesis
Hipotesis merupakan rumusan jawaban sementara yang akan di uji kebenarannya dalam penelitian ini, yaitu :
1.    Ha : a. 1. Para guru di Pondok pesantren Hidayatullah Surabaya telah menerapkan komponen Contextual Teaching and Learning  yaitu konstruktivsm questioning, inquiry, learning community, modeling, reflection dan authentic assessment dalam mempersiapkan santri menguasai ilmu agama
2.    Para guru di Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya telah menerapkan komponen Contextual Teaching and Learning yaitu Construktixism, questioning, inquiry, learning community, modeling, reflection dan authentic assessment dalam mempersiapkan santri ilmu umum.
b. 1. Penerapan Contextual Teaching and Learning di PP. Hidayatullah dalam pembelajaran ilmu agama sudah efektif, dibuktikan dengan para guru telah melaksanakan komponen Contextual Teaching and Learning dan hasil prestasi belajar baik sekali, baik atau cukup.
2. Penerapan Contextual Teaching and Learning di PP. Haidayatullah dalam pembelajaran ilmu umum sedah efektif dibuktikan dengan para guru telah melaksanakan komponen Contextual Teaching and Learning dan hasil prestasi belajar baik sekali, baik atau cukup

2.         Ha : a. 1. Para guru di Pondok pesantren Hidayatullah Surabaya telah menerapkan komponen Contextual Teaching and Learning  yaitu konstruktivsm questioning, inquiry, learning community, modeling, reflection dan authentic assessment dalam mempersiapkan santri menguasai ilmu agama
3.    Para guru di Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya telah menerapkan komponen Contextual Teaching and Learning yaitu Construktixism, questioning, inquiry, learning community, modeling, reflection dan authentic assessment dalam mempersiapkan santri ilmu umum.
b. 1. Penerapan Contextual Teaching and Learning di PP. Hidayatullah dalam pembelajaran ilmu agama sudah efektif, dibuktikan dengan para guru telah melaksanakan komponen Contextual Teaching and Learning dan hasil prestasi belajar baik sekali, baik atau cukup.
2. Penerapan Contextual Teaching and Learning di PP. Haidayatullah dalam pembelajaran ilmu umum sedah efektif dibuktikan dengan para guru telah melaksanakan komponen Contextual Teaching and Learning dan hasil prestasi belajar baik sekali, baik atau cukup.


[1] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Logos Grafindo Persada, 1999), 14`1
[2] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisional dan Modernisasi Menuju Millenium Baru. (Jakarta : PT. Logor Wacana Ilmu, 1999) 133
[3] Imam Turmudzi, Sunan Turmudzi, Jilid V  (Beirut : Dar Al Fikr, TT), 577
[4] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum Tahun 1984 (Jakarta, 1983), 12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar