PENCANGKOKAN (TRANSPLANTASI) ORGAN TUBUH


PENCANGKOKAN (TRANSPLANTASI)
ORGAN TUBUH


Transplantasi ialah pemindahan organ tubuh yang masih mempunyai daya hidup sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat dan tidak berfungsi lagi dengan baik. Pada saat ini juga ada upaya untuk memberikan organ tubuh kepada orang yang memerlukan walaupun orang iti tidak menjalani pengobatan yaitu orang yang buta. Hal ini khusus donor mata bagi orang buta.
Pencangkokan organ tubuh yang menjadi pembicaraan pada saat ini adalah mencangkok mata, ginjal dan jantung karena ketiga organ tersebut sangat penting fungsinya untuk manusia, terutama sekali ginjal dan jantung. Mengenai donor mata pada dasarnya dilakukan karena ingin membagi kebahagiaan kepada orang yang belum pernah melihat keindahan alam ciptaan Allah ini walaupun orang yang menjadi buta penyakit.
Para donor yang kita kenal sekarang ini lebih banyak dari kalangan orang yang sudah meninggal dunia dan tidak banyak dari orang yang masih hidup.

A.    Donor Orang yang Masih Hidup
Orang yang masih hidup sehat, ada juga yang ingin menyumbangkan organ tubuhnya pada orang yang membutuhkan, umpamanya karena hubungan keluarga. Si kakak tidak tega melihat adiknya karena ginjalnya tidak berfungsi lagi dan tipis harapan untuk sembuh dengan cara pengobatan. Kemungkinan lain ada orang yang mau mengorbankan organ tubuhnya, dengan harapan ada imbalan dari orang yang memerlukan disebabkan karena dihimpit penderitaan hidup.
Kendatipun ada donor yang bersedia mendonorkan organ tubuhnya, dalam pelaksanaannya harus hati-hati karena bias berbahaya bagi donor dan resipien (penerima).
Pertama yang perlu diperhatikan adalah kecocokan organ tubuh itu antara donor dan resipien. Percuma saja menjadi donor namun organ tubuh tidak cocok dengan resipen dan bila dikembalikan lagi belum tentu fungsinya sama seperti semula.
Kedua perlu diperhatikan juga kesehatan si donor baik sebelum diangkat organ tubuhnya maupun sesudahnya. Keinginan menolong orang lain memang suatu perbuatan terpuji, namun jangan sampai mecelakakan diri sendiri. Berkenaan dengan hal ini Allah SWT memberi petunjuk dengan FirmanNya yang artinya :
 “…dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan….” (Al Baqarah : 195)

Ayat tersebut di atas meningatkan agar jangan terlalu gegabah dan ceroboh dalam melakukan sesuatu, apalagi suatu perbuatan yang banyak menanggung resiko. Umapamanya seseorang ingin memberikan ginjalnya karena alasan-alasan telah disebutkan terdahulu. Buat sementara si donor dan resipien dapat hidup masing-masing dengan satu ginjal. Tetapi bila ginjal si donor tidak berfungsi lagi, maka dia sukar untuk ditolong kembali. Jadi sama halnya menghilangkan suatu penyakit (dari resipien) dengan cara membuat penyakit baru (bagi ppendonor), sesuai dengan kaidah hukum Islam.

اَلضَّرُوْرَةُ لاَيَزَالُ بِا لضَّرَرِ
Artinya : “Bahaya (kemudlaratan) tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (kemudlaratan) lainnya.”

Begitu juga bunyi kaidah :

دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلَى جَلْبِ الْمَصَالِحِ
Artinya : “Menghindari kerusakan didahulukan atas menarik kemaslakhatan.”

Kemudian bagaimana halnya dengan orang yang masih hidup tetapi sudah dalam keadan koma (tidak sadar), apakah boleh organ tubuhnya diangkat (diambil) dan kemudian diberikan kepada orang lain?
Menurut hemat penulis, selama orang itu masih hidup tidak boleh organ tubuhnya diambil karena hal itu berarti mempercepat kematiannya dan berate pula mendahului kehendak Allah SWT walaupun menurut pertnimbangan dokter orang itu akan segera meninggal. Mengambil organ tubuhnya boleh dikatakan sama dengan menyuntik orang itu supaya cepat meninggal. Disamping mendahului kehendak Allah SWT, juga tidak etis memperlakukan orang yang sudah koma (sekarat) dengan cara mempercepat kematiannya. Selama masih ada nyawanya, orang yang sehat wajib berikhtiar untuk menyembuhkan orang yang sedang koma itu. Sebab berdasarkan kenyataan ada saja satu, dua orang yang sembuh kembali walau secara medis sudah dinyatakan tidak ada harapan hidup.

  
B.     Donor Orang yang Sudah Meninggal
Adapun donor (mata, ginjal, dan jantung) yang berasal dari orang yang sudah meninggal dunia menurut hemat penulis tidak menyalahi ketentuan Agama Islam dengan alasan :
1.      Alangkah baik dan terpuji bila organ tubuh itu dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang sangat membutuhkan dari pada rusak begiu saja sesudah mayat itu dikuburkan.
2.      Tindakan kemanusiaan sangat dihargai oleh Agama Islam, sebagaimana firman Allah SWT yang artinya :
 “…dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah ia memelihara kehidupan manusia semuanya…” (Al Maidah : 32)
3.      Menghilangkan penderitaan orang lain, baik sakit jantung, ginjal maupun mata, disuruh oleh Islam apakah dengan cara pengobatan atau dengan cara pencangkokan organ tubuh, sesuai dengan kaidah hukum Islam :

الضّرريزال
Artinya : “Bahaya (kemudlaratan) itu dihilangkan.”

Akal sehat pun sebenarnya mengakui dan mendukung alas an-alasan di atas, sebab penyembuhan orang yang sakit itu ditempuh dengan cara mengambil organ tubuh dari orang (mayat) yang tidak memerlukan lagi organ tubuh tersebut.
Kendatipun dilihat dari kemaslahatan, pencangkokan organ tubuh itu dibenarkan, tetapi perlu diperhatikan segi lain yaitu ijin dari keluarga si mayat agar tidak timbul fitnah di kemudian hari dan memojokkan orang tertentu seperti dokter dan pihak-pihak lain dengan tuduhan memperjualbelikan organ tubuh. Selain ijin dari keluarga si mayit dapat juga berbentuk wasiat dari donor selagi dia masih hidup dan wasiat itu wajib ditunaikan.
Dengan pencangkokan organ tubuh mayat, penulis berpendapat sebagaimana telah dikemukakan di atas, yaitu diperbolehkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Namun ada juga diantara ulama yang mengharamkannya karena berpegang pada ayat :
ôs)s9ur $oYøB§x. ûÓÍ_t/ ....
Artinya : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam…” (Al Isra’: 70)

Dan berpegang pada hadits Rasulullah SAW :

إِنَّ كَسْرَ عِظَمُ الْمَيِّتِ مِثْلُ كَسْرِ عِظَمَهُ حَيًّا - رواه احمد وابو داوود وابن ماجه -
Artinya: “Sesungguhnya memecahkan tulang mayat sama seperti memecahkan tulangnya sewaktu masih hidup.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)

Menurut hemat penulis perbuatan itu haram hukumnya apabila ada unsure merusak mayat sebagai penghinaan baginya. Sedangkan pencangkokan organ tubuh adalah kemaslahatan membantu orang lain dan tidak ada sedikitpun unsur penghinaan.
Kemudian ada lagi persoalan lain yang dipertanyakan, yaitu mengenai donor dan resipien yang berlainan agama, dan organ tubuh yang dicangkokkan ini berasal dari hewan yang diharamkan seperti babi.
Kekhawatiran orang yang mendonorkan organ tubuhnya kepada orang berlainan agama ataupun kepada orang yang berbuat maksita, memang cukup beralasan sebab bila resipien dapat terrtolong dengan organ tubuh itu berarti perbuatan maksiatnya bias berkelanjutan. Menolong orang yang berlainan agama juga demikian. Orang yang selama ini buta tetapi karena ia menerima mata, kemungkinan ia akan melihat yang maksiat. Dosa-dosa inilah dikhawatirkan akan dipikul oleh para donor itu.
Kekhawatiran itu akan terjawab oleh ayat-ayat berikut, Allah SWT berfirman yang artinya:
 “Dan bahwa manusia itu tidak memperoleh selain apa yang dia usahakan. Dan bahwa itu kelak akan diperlihatkan. Kemudian akan diberi balasannya dengan balasan yang paling sempurna.” (An Najm : 39-41)

Berdasarkan ayat-ayat tersebut di atas bahwa seseorang akan mendapat balasan sesuai dengan amalnya di dunia. Demikian juga dosa orang lainpun tidak menjadi tanggung jawabnya.
Di samping itu hendaknya diingat pula bahwa yang salah bukanlah organ tubuh itu tetapi pusat pengendali yaitu pusat urat syaraf.
Jadi mengenai pencangkokan organ tubuh tidak usah kita mempersoalkan para donor dan resipiennya karena tujuannya untuk kemanusiaan dan dilakukan dalam keadaan darurat. Sama halnya dengan transfuse darah, tidak dipersoalkan donor dan resipiennya.
Adapun mengenai organ tubuh binatang yang diharamkan yang dicangkokkan kepada manusia ada dua pendapat, yaitu haram dan tidak haram dalam keadaan darurat.
Hukumnya halal (mubah) karena darurat dan tidak ada jalan lain lagi, yang dapat ditempuh sejalan dengan kaidah hukum Islam :

اَلضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
Artinya : “(keadaan) darurat itu membolehkan (hal-hal) yang dilarang.”
Berdaarkan uraian di atas barang kali sudah dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan sikap bagi orang yang menjadi donor dan resipien (penerima) mengenai pencngkokan (transplantasi) organ tubuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar